Menghilang! (Cerpen)
Aku adalah Nao, seorang suami dari wanita cantik bernama Rania, yang baru sadar bahwa istrinya adalah permata. Dan disampingku ini adalah Toni. Kita berdua sedang duduk sambil kalut dalam pikiran masing – masing, bagaimana tidak, Rania dan istrinya Toni, si Putri menghilang sejak dua minggu yang lalu. Bukan hanya kami saja yanga merasakan itu, karena perempuan diseluruh dunia juga menghilang. Bodohnya aku, terakhir kali aku melihat Rania malah saat aku membentaknya dan paginya adalah pagi dimana dunia tanpa ada satupun perempuan.
Pagi itu mataku terbuka setelah tadi malam bertengkar hebat dengan Rania. Aku menoleh kearah jam yang sedang menunjukkan pukul tujuh pagi. Seketika kata pertama yang terlontar adalah nama Rania. Aku sangat marah, dia seharusnya membangunkanku tepat satu jam sebelum waktu ini.
Aku menuruni tangga, masih dengan satu kata yang sama sejak aku bangkit dari kasurku. Kini dapur adalah tujuanku. Rania biasanya akan berkutik di dapur dan kita akan makan bersama menikmati masakannya sambil bercakap ringan, sayangnya aku tak ingin mengingatnya pikiranku masih sama dengan tadi malam. Dan semakin ingin marah rasanya ketika tau tak ada Rania di dapur.
Langkahku berlanjut ke meja makan. Disana sama sekali tak ada makanan sedikitpun. Kembali ku arahkan langkah mengitari seisi rumah. Nihil. Tak ada siapapun dirumah ini kecuali aku
“Kemana dia pergi? Bahkan dia tidak meninggalkankan sedikitpun makanan di meja makan. Dan rumah ini sangat berantakan.”
Kesalku semakin menjadi, kuputuskan untuk menuju kantor, menyelesaikan pekerjaan yang membuatku marah pada Rania. Namun tiba – tiba ponselku berdering. Tertera nama ayah pada layar ponselku.
“Apa istrimu dirumah?” Tanya ayah yang membuatku bingung, untuk apa ayang menanyakan Rania?
“Sedang pergi yah, paling bentar lagi pulang. Memangnya ada apa yah?” Jawabku
“Mending kamu dirumah saja, tidak usah ke kantor. Lagi pula itu akan lebih baik untukmu. Jaga dia baik – baik ” Lalu iya menutup ponselnya.
Kedua kalinya ponselku berdering , kini nama Toni yang tertera pada layar ponselku.
“Nao…put…putri..” suaranya terdengar sangat gemetar, sayanya aku tak menganggapnya biasa.
“Putri kenapa?” jawabku ringan
“Putri hilang”
“Ah paling juga belanja sama Rania, soalnya Rania pergi radi pagi sampai – sampai tidak memberiku makan”
“Gak Nao, sem..”
Belum sempat Toni memyelesaikan kalimatnya, aku menyelanya
“Kamu terlalu parno Ton, entar juga pada pulang sendiri.”
“Tapi Na..”
“Sudahlah aku laper mau nyari makan dulu” aku menyela Toni dan langsung menutup ponsel.
Kini pesanan makananku sudah didepan mata. Tiba – tiba aku ingat, Rania biasanya akan memarahiku saat aku membeli makanan cepat saji ini. Bahkan dia rela kursus masak agar bisa memasak untukku setiap hari setelah menikah. Rasanya aku sudah ketelaluan kemarin malam, san seketika langkahku pergi menuju rumah.
Diperjalanan pulang aku baru sadar tak ada seorangpun perempuan yang bepapasan denganku. Tunggu Rania tidak mungkin pergi tanpa pamit. Apa yang Toni ingin katakan tadi? , kemudiang kuputuskan menghubungi Toni, tapi sebuah pesan dari Toni menjelaskan semua pertanyaanku kini
“Nao apa kau tau hari ini tak ada seorangpun didunia, apa Rania memnag hanya pergi sebentar?”
Dan mulai saat ini aku baru tersadar, Rania orang yang kemarin ku marahi kini sudah pergi, dan bodohnya aku belum minta maaf pada nya.
Hari ke-14 tak ada satupun perempuan di dunia. Hariku semakin hancur pikiranku kalut. Biasanya aku akan tidur dipangkuan Rania, lalu ia akan mengelus rambutku. Lalu menanyakan aku kenapa, kemudian dia akan berkata.
“Tenang semua pasti ada solusinya.” dengan nada yang sangat lembut.
Tapi kini ia yang menyebabkan pikiranku kalut, lalu siapa yang akan menenangkanku sekarang?
Dan disinilah aku bersama Toni di depan TV, sama – sama kehilangan perempuan pendamping hidup kita.
Yang dulunya Rania akan selalu ada disampingku, kini telah pergi bersama perempuan – perempuan di dunia, tanpa meninggalkan secuil kasih sayang yang sama seperti mereka.
“Aku ingin meminta maaf pada Rania Ton! Tapi sudah terlambat. Aku sudah kasar padanya. Aku sudah menganggap dirinya remeh. Padahal kalau difikir – fikir lagi dia juga sudah memberiku lebih.” ujarku lalu ku tangkupkan tanganku pada wajah
“Sudahlah semua ini sudah terjadi.” ujar Toni menepuk-nepuk pundakku. Padahal dia juga kehilangan.
“Nao..Nao..” suara itu terdengar samar lalu lama kelamaan suara itu semakin keras namun begitu lembut, suara khas Rania.
Tanpa fikir panjang aku membuka mataku dan langsung menemukan Rania dihadapanku. Dia tersenyum kearahku. Senyum yang amat ku rindukan.
“Ayo bangun, makanan sudah siap dibawah. Aku masak nasi goreng kesukaanmu.” ujarnya lalu menghilang dibalik pintu.
“Pasti aku memimpikan Rania”ujarku sambil buru – buru menuju dapur dan memeluk Rania.
“Maafkan aku sudah marah – marah padamu” setidaknya aku pernah minta maaf padanya, ya walau dalam mimpi.
“Aku tau kamu sedang pusing sama kerjaan kamu, sudahlah lupakan yang tadi malam”
Tunggu, tadi malam? Bukanya itu kejadian dua minggu yang lalu?
“Oh ya tadi malam tuh kamu mimpi apa aja sih? kok tiba – tiba manggil namaku dan tadi sebelum tak bangunin kamu nangis”.
Apa! Jadi itu semua cuma mimpi?. Kukira sekarang ini aku sedang bermimpi. Yasudahlah yang terpenting Rania ada dihadapanku kini. Dan satu hal lagi, di dunia ini tak ada sedetikpun perempuan menghilang semua, karena mereka begitu berharga.
“Entahlah aku juga tak tau mimpi apa.” jawabku lalu tersenyum padanya.
Story by: lutvi