SUARA PEREMPUAN UNTUK PERUBAHAN (CERPEN)

Hari ini berjalan seperti biasanya.Tidak ada yang Spesial. Teman yang sama, lingkungan yang sama, dan rutinitas yang sama. Terkadang aku mengeluh betapa membosankannya hidup. Tetapi, aku ingat kalimat yang Ayah katakan kepadaku “ Walau hidup terkadang terasa membosankan, tetapi hidup masih bernilai untuk dijalani.”

“Pagi Al!” Sapa seorang anak lelaki jangkung berkacamata.

“Pagi juga Raka” Sapaku kembali sambil meletakkan tasku di kursi. Anak lelaki tadi yang menyapaku datang menghampiriku lalu duduk di kursi sebelahku.

“Ada apa?” Tanyaku malas karena masih mengantuk.

“kita sudah di tahun akhir sekolah.”

“Lalu?” Tanyaku sambil menaikkan sebelah alis

“Kamu pahamlah dilema siswa tingkat akhir. Semalam ibuku memaksaku untuk melanjutkan kuliah kedokteran. Tetapi, aku ingin melanjutkan kuliah jurusan Tata boga” Raka bercerita dengan raut muka sedih.

“Kenapa kau tidak bicara saja kepada ibumu kalau kau ingin melanjutkan sekolah tata boga?”

“Sudah. Tetapi, Ibuku beralasan bahwa Kuliah Tata boga hanya untuk perempuan lagi pula Tata boga tidak banyak menghasilkan uang. Enak ya jadi perempuan, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi” Kata Raka dengan santai seolah kalimat yang dia lontarkan memang sudah hukum alam.

“Apa katamu?” Tanyaku memastikan telingaku tidak salah mendengar ucapan Raka.

“Setinggi apapun perempuan sekolah namun pada akhirnya mengurus anak dan dapur kan? Aku memang benar kan?” Aku tertawa sinis karena tidak percaya kalimat yang baru saja Raka katakan. Kalimat yang benar-benar merendahkan kaum perempuan. Aku memang percaya masih ada orang yang suka merendahkan perempuan, tetapi aku baru pertama kali melihat dan mendengarnya secara langsung. Aku sebagai perempuan pun merasa sangat marah mendengarnya.

“Dengar ya, kami perempuan memang dituntut untuk bisa mengurus dapur, tetapi bukan berarti laki-laki tidak bisa kan?” Aku menghela napas sejenak untuk meredakan emosi.

“Zaman sudah berubah, Raka. Perempuan sekarang memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berpendidikan tinggi, berkarier, dan berkontribusi kepada bangsa. Jangan pernah kamu merendahkan perempuan, Karena kaum kamilah yang mencetak generasi berikutnya yang berkualitas.” Lanjutku dengan penuh penekanan.

Raka mematung mendengar jawaban menusukku. Dia meringis seraya meminta maaf atas perkataanya. Terlanjur kesal, aku hanya meliriknya dari sudut mataku.

“Permisi Raka, yang punya kursi mau duduk” Suara Ara yang melengking mencairkan suasana. 

“Eh iya, silahkan ndoro” balas raka dengan mengikuti gaya abdi keraton. Tak terasa waktu bergulir dengan cepat. Bel sekolah pun berbunyi nyaring. Aku pulang dengan perasaan yang gundah karena percakapanku dengan Raka.

Aku sedang asyik menonton TV dirumah bersama kakak laki-laki ku. Kami berdua duduk di sofa dengan nyaman sambil makan kripik kentang.

“Dek, ganti saluran TV ke nomor 5. Hari ini ada siaran pertandingan bola” Seru abangku dengan nada memerintah. Aku tak menghiraukannya sambil melanjutkan makan kripik kentang. Karena jengkel dengan sikapku, Ia pun merebut remote TV  dariku. Aku berusaha merebutnya kembali. Namun apadaya tanganku pendek apabila dibandingkan dengan tangannya.  Aku pun menyerah.

“Tuh kan, masih iklan!” Seruku dengan kesal. Saat aku ingin melanjutkan protesku, Iklan yang sedang ditayangkan di TV menarik perhatianku. Bukan karena aktor iklan itu setampan Kim Taehyung atau Crish Hemsworth tetapi pada iklan tersebut aku menemukan kalimat yang  berbunyi  “Perempuan di seluruh Indonesia sedang berjuang melawan panci dan wajan yang berminyak” Aku merasa tersinggung dengan iklan sabun cuci tersebut. Bukankah ini keterlaluan bisikku dalam hati.

“Kak, iklan itu keterlaluan kan?”  Tanyaku kepada kakakku yang tidak peka itu

“Kenapa keterlaluan? Perempuan kan memang tempatnya di dapur dan berurusan dengan panci” jawabnya dengan santai. Aku melempar bantal tepat di wajahnya lalu pergi menemui ibuku di kamar.

“Ibu.. memangnya perempuan memang ditakdirkan di dapur dan mengurus panci? Tidak kan?” Ibuku kaget dengan pertanyaan anak perempuannya. Lalu, ia memeluk dan mengelus rambutku.

“Kata siapa perempuan ditakdirkan untuk mengurus dapur? Buktinya presiden Indonesia ke-4 itu seorang perempuan dan Ibu juga bekerja tidak hanya mengurus dapur” jawabnya dengan tenang

“Kenapa Ibu tidak memilih dirumah saja?”

“Kenapa kita harus memilih jika kita bisa melakukan keduanya? Ibu sanggup bekerja dan mengurus kalian. Tetapi, Ibu rumah tangga juga hebat karena mengabdikan diri sepenuhnya untuk keluarga. Intinya, wanita itu makhluk yang hebat dan mulia” Jawaban ibuku membuat keresahanku berkurang.

“Aku tadi melihat Iklan tentang wanita berurusan dengan dapur dan panci. Aku tidak setuju dengan iklan tersebut karena menurutku itu menyinggung kaum perempuan, seakan-akan perempuan itu tempatnya di dapur” Ibuku tersenyum mendengar keluhanku.

“Kenapa kamu tidak mengirim surat ke Perempuan nomor 1 di Indonesia jika kamu ingin didengar?” Aku langsung tersadar setelah mendengar saran Ibu. Aku langsung berlari ke kamarku dan langsung mengambil pena terbaikku dan menulis surat. Untunglah, Aku tidak pernah bolos pelajaran Bahasa Indonesia. Aku menulis surat yang isinya perkenalan diriku singkat dan perasaan gundahku tentang iklan sabun cuci yang menyinggung perempuan. Setelah selesai aku langsung memberikan suratnya kepada ibukku.

“Bagus sekali nak, hebat sekali putri ibu bisa menulis surat dengan baik. Kepada siapa kamu ingin mengirim surat ini?”

“Najwa Shihab pembawa berita wanita yang aku kagumi, Ibu Negara Indonesia, dan perusahaan sabun cuci itu” jawabku dengan mantap. Ibuku mengangguk dan langsung megirim suratnya ke pos.

Seminggu setelah Ibuku mengirimkan suratku, aku menerima surat dukungan dari Najwa Shihab dan Ibu Negara Indonesia. Itu menakjubkan, karena ternyata suaraku didengar wanita-wanita hebat! Keesekoan harinya, Program berita yang diisi Najwa shihab mengirim Kru kamera kerumahku untuk meliput berita terkait surat yang aku tulis.

Sebulan setelah itu, Aku baru bangun tidur dan belum sadar sepenuhnya. Aku menonton TV menunggu giliran untuk mandi, aku dikagetkan dengan Iklan sabun cuci yang kemarin membuatku kesal mengubah iklannya dari “Perempuan di seluruh Indonesia sedang berjuang melawan panci dan wajan yang berminyak” menjadi “semua orang di seluruh Indonesia sedang berjuang melawan panci dan wajan yang berminyak.

Pada saat itulah aku sadar betapa besarnya tindakanku. Pada usia 17 tahun, aku telah menciptakan perubahan kecil untuk kesetaraaan.

Stoty by: Roza Febriyanti

Leave a Reply